[Alur]
pagi telah jatuh mengurung setiap ingatan
pada musim yang beranjak tua
waktu lelah dan jenuh menubuhkan
laku-ungkapan yang membusuk dan berulang ulang
semua seperti biasa; seperti hari kemarin
terkurung pada kota yang tergenang ketakutan
dan lupa yang selalu kita amini (telah kita sesali)
[Kanal]
sungai dalam tubuhmu tempat aku membayangkan
waktu yang terjatuh berguguran satu per satu
umur kita yang masih jenuh
menyeduh janji yang tak pernah tuntas atas segala yang telah
sungai dalam tubuhmu tempat aku mengkhayalkan
mimpi yang terapung bertumbuhan satu per satu
sauh kita yang masih jenuh
menyeduh janji yang tak pernah lepas atas segala yang telah
kita tak kenal berhenti
tak akan kenal berhenti
enggan tahu letak perhentian itu
sebelum usai
sebelum usai
[Etalase]
berayun-ayun kita saling menggenggam satu dan lainnya
dalam kebingungan yang sama
kekalahan yang sama
kebohongan yang sama
pada setiap pikiran yang kita lukai
pada setiap luka yang kita asapi
pada setiap luka yang kita gerami
benar yang selalu kalah, diucapkan
benar yang selalu kalah, dituliskan
kata hati yang kukup, tercerai
dan cahayanya redup
tenggelamnya pagi setiap pikiran.
[Leram]
kita menatap begitu jauh
melesapkan mula pun yang dimiliki
kita berdiri begitu tinggi
melupakan setiap jalan kembali
kita mengenal begitu jauh
lamat dan yang akan slalu terlewati
kita menelan begitu lirih
yang tak akan pernah utuh dimengerti
mengeja setiap leram pada jalan dan wajah yang kita kenali
mengeja setiap darah pada tubuh dan tanah yang kita miliki
[Kurun]
suatu kali
kau akan berusaha mencari tahu
kemana gerangan aku melangkah pergi
dan jika dalam perjalanan
hujan seketika turun dan kau tersesat
yakinlah aku hanya mengikuti
kemana matahari berpendar
[Elak]
menjelang ujung malam yang panjang dan terbakar
kudengar angin menuntunmu pergi
hingga kemarau kian melemah
kau masih terjaga – mengurai lukamu yang semakin dalam
dan semakin dalam
semakin cepat kau berlari
semakin jauh kau menghindari
semakin jauh kau bersembunyi
semakin jauh kau mengakhiri
semakin jauh
semakin jauh
[Peluru]
pada peta yang dilenyapkan
pada segala yang dihilangkan
entah mengapa selalu kubayangkan
diriku terbaring di keramaian
yang menepis seluruh ingatan
entah mengapa perih dan geram tak berhenti
kita serahkan kepada malam yang terbakar
dan gerimis tinggal duka di ujung beranda
pada peta yang dilenyapkan
pada segala yang dihilangkan
darah kami yang dulu tertanam
telah tumbuh menjelma peluru
yang mencari setiap persembunyian.
yang akan terus mencarimu.
peluru-peluru itu akan terus mencarimu. dan peluru-peluru itu akan terus mencarimu. peluru-peluru itu akan terus mencarimu. dan peluru-peluru itu akan terus mencarimu. peluru-peluru itu akan terus mencarimu. dan peluru-peluru itu akan terus mencarimu.
[Pendar]
tetaplah terjaga, seperti kejenuhan yang paling jenuh
dalam kerumunan yang paling riuh
kita (masih) berdiri di pinggir jalan yang sama.
.
tetaplah terjaga, seperti kejauhan yang paling jauh
dalam perburuan yang paling piyuh
kita (masih) berdiri di pinggir jalan yang sama.
.
tetaplah terjaga, kita masih di keramaian yang sama.
.
dan tetaplah terjaga, seperti kebohongan yang paling satir
dalam kemurungan yang paling kapir
kita (masih) berdiri di pinggir jalan yang sama.
.
dan tetaplah terjaga, seperti kekalahan yang paling amis
dalam kesombongan yang paling lamis
kita (masih) berdiri di pinggir jalan yang sama.
[Derit]
kau yang selalu dan begitu sembunyi, dari yang selalu menghujam dan selalu memburumu.
[Memoar]
musim menertawakan sungaiku yang dahaga
namun gadis rumbai jagung
pertanyaan tak berawan
memetikku dari angin dengan daun-daunnya yang kemilauan
bunga lili putih taman segala bermula
kita temu dan luruh menatapi persimpangan yang tak pernah bertemu
gadis rumbai jagung duduk di sudut itu
dan hujan, aku hanya menjelma hujan
hujan
dan pergi
dan kering